Selasa, 27 September 2011

Maaf Wahai Akhi Mujahid, Inilah Jalannya!

Akhi mujahid tercinta.. duhai engkau yang telah meninggalkan keluarga, harta dan istrimu. Kau tinggalkan kesenangan dan kenikmatan kehidupan fana ini hanya untuk dien Allah ‘azza wa jalla.

Akhi mujahid tercinta.. wahai engkau yang mengemban faridhoh jihad, beban dan penatnya. Engkau berdiri di hadapan keangkuhan dan kekafiran dunia dengan kemuliaan dan keagungan demi meninggikan dien Allah ‘azza wa jalla.
Akhi mujahid tercinta.. ketahuilah, semoga Allah merahmatimu, bahwa jalan jihad ini sangatlah panjang, sulit, susah, di dalamnya terdapat kepenatan dan kelelahan yang Allah tahu akan semua itu. Begitu juga sebaliknya engkau akan mendapati jalan ini dipenuhi dengan kesenangan, kegembiraan, kemuliaan dan keagungan hingga pena pun tak mampu tuk melukiskan kisahnya, hingga kata-kata tak mampu mengungkapkannya. Dan ini membenarkan berita yang disampaikan oleh nabi kita tercinta -shollallahu ‘alaihi wa sallam-, “Jihad adalah satu pintu diantara pintu-pintu surga, yang dengannya Allah lenyapkan rasa gundah dan gulana”.
Akhi mujahid tercinta.. aku menyapamu dengan kata-kata yang sederhana ini setelah engkau lihat banyak pembunuhan terjadi di tengah-tengah kita, busur kematian membidik kita dengan sebuah bidikan yang melukai hati beriman! setelah kita melihat tulang belulang saudara-saudara kita, mujahidin, berceceran di mana-mana. Setelah setiap saat kita mendengar tentang kematian saudara-saudara kita, yang telah lama hidup bersama kita di setiap detik hari-hari kehidupan jihad kita. Tapi wahai akhi mujahid tercinta.. aku bisikkan di telingamu dan aku katakan kepadamu: “Maaf.. inilah jalannya!”.
Ya, inilah jalan yang dicintai oleh Allah ta’ala, meski jalan ini dipenuhi dengan berbagai kesulitan dan kesedihan, namun dien Allah ‘azza wa jalla tidak dan takkan pernah tegak melainkan dengan persembahan darah dan tulang belulang. Dien Allah tidak akan pernah tegak melainkan setelah musuh-musuh kita melihat kesabaran kita, keuletan kita, keteguhan kita di medan laga.
Ya, ini adalah jalan untuk meraih kemuliaan dan kejayaan dien yang tinggi ini, najmul islam dan kaum muslimin. Adapun jalan selain jalan ini maka takkan dan mustahil dien Allah akan tegak di atas pundak orang-orang yang glamour dan suka memudahkan seperti para penyerupa laki-laki dan mereka bukanlah para lelaki!
Sudah berapa banyak kita kehilangan orang tercinta dan terkasih, yang dulunya mereka adalah penolong kita dalam meniti jalan ini setelah Allah ‘azza wa jalla. Mereka telah pergi dari dunia kita yang fana ini, sementara itu kita sangat membutuhkan mereka dan pengorbanan mereka untuk dien ini, namun kita menghibur diri dan umat ini bahwa mereka, para ksatria itu, telah mendahului kita menuju surga dan menikmati berbagai kenikmatan dan pemberian dari Sang Maha Mulia. Dan hendaklah kondisi kita sebagaimana yang digambarkan Ibnu Hazm -rahimahullah-: kematian dari dunia adalah ilmu yang kuungkap .. dan kusebarkan di setiap yang nampak dan ada seruan kepada al-quran dan sunnah .. yang berusaha dilupakan oleh orang-orang di berbagai ceramah.  Aku tetapi hujung perbatasan sebagai seorang mujahid .. jika kecamuk mulai beraksi maka aku adalah yang pertama kali menghampirinya supaya aku temui kematianku dengan keberanian tanpa rasa takut .. dengan tombak dan serpihan-serpihan yang tajam bertarung dengan orang-orang kafir di tengah-tengah pertempuran .. dan kematian paling mulia bagi seorang pemuda adalah terbunuh oleh orang kafir..
Ya Robb janganlah Kau jadikan kematianku dengan selainnya .. dan janganlah Engkau jadikan aku bagian dari penghuni kuburan
Dan sebagai penutup, wahai akhi mujahid tercinta.. telah aku jelaskan kepadamu beberapa pilar jalan ini, maka pilihlah untukmu antara kematian yang mulia atau kemenangan yang terpuji, dan jika tidak maka mundurlah di atas tumit dan duduklah bersama orang-orang yang duduk menikmati
.

Dan akhir seruan kami adalah; segala puji bagi Allah, Robb semesta alam.
Abu Jihad Al-Muhajir

sumber : http://arrahmah.com/read/2011/09/26/15440-maaf-wahai-akhi-mujahid-inilah-jalannya-2.html

Selasa, 20 September 2011

Mengapa Harus Berjilbab

Mungkin artikel ini kembali mengingatkanmu tentang alasan penting kenapa Allah Subhanahu wa Ta’ala menurunkan perintah jilbab kepada –kaum Hawa- dan bukan kepada kaum Adam. Saudariku, jilbab adalah pakaian yang berfungsi untuk menutupi perhiasan dan keindahan dirimu, agar dia tidak dinikmati oleh sembarang orang. Ingatkah engkau ketika engkau membeli pakaian di pertokoan, mula-mula engkau melihatnya, memegangnya, mencobanya, lalu ketika kau jatuh cinta kepadanya, engkau akan meminta kepada pemilik toko untuk memberikanmu pakaian serupa yang masih baru dalam segel. Kenapa demikian? Karena engkau ingin mengenakan pakaian yang baru, bersih dan belum tersentuh oleh tangan-tangan orang lain. Jika demikian sikapmu pada pakaian yang hendak engkau beli, maka bagaimana sikapmu pada dirimu sendiri? Tentu engkau akan lebih memantapkan ’segel’nya, agar dia tetap ber’nilai jual’ tinggi, bukankah demikian? Saudariku, izinkan aku sedikit mengingatkanmu pada firman Rabb kita ‘Azza wa Jalla berikut ini,

“Katakanlah kepada wanita-wanita beriman: ‘Hendaklah mereka menahan pandangan mereka, dan memelihara kemaluan mereka, dan janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka kecuali yang (biasa) nampak daripadanya.’” (Qs. An-Nuur: 31)

Dan firman-Nya,
“Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin, ‘Hendaklah mereka menjulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.’ Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenali, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Qs. Al-Ahzaab: 59)

Saudariku tercinta, Allah tidak semata-mata menurunkan perintah jilbab kepada kita tanpa ada hikmah dibalik semuanya. Allah telah mensyari’atkan jilbab atas kaum wanita, karena Allah Yang Maha Mengetahui menginginkan supaya kaum wanita mendapatkan kemuliaan dan kesucian di segala aspek kehidupan, baik dia adalah seorang anak, seorang ibu, seorang saudari, seorang bibi, atau pun sebagai seorang individu yang menjadi bagian dari masyarakat. Allah menjadikan jilbab sebagai perangkat untuk melindungi kita dari berbagai “virus” ganas yang merajalela di luar sana. Sebagaimana yang pernah disabdakan oleh Abul Qasim Muhammad bin ‘Abdullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang artinya,

“Wanita itu adalah aurat, jika ia keluar rumah, maka syaithan akan menghiasinya.” (Hadits shahih. Riwayat Tirmidzi (no. 1173), Ibnu Khuzaimah (III/95) dan ath-Thabrani dalam Mu’jamul Kabiir (no. 10115), dari Shahabat ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhuma)

Saudariku, berjilbab bukan hanya sebuah identitas bagimu untuk menunjukkan bahwa engkau adalah seorang muslimah. Tetapi jilbab adalah suatu bentuk ketaatanmu kepada Allah Ta’ala, selain shalat, puasa, dan ibadah lain yang telah engkau kerjakan. Jilbab juga merupakan konsekuensi nyata dari seorang wanita yang menyatakan bahwa dia telah beriman kepada Allah Ta’ala dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam. Selain itu, jilbab juga merupakan lambang kehormatan, kesucian, rasa malu, dan kecemburuan. Dan semua itu Allah jadikan baik untukmu. Tidakkah hatimu terketuk dengan kasih sayang Rabb kita yang tiada duanya ini?

“Aku Belum Berjilbab, Karena…”

1. “Hatiku masih belum mantap untuk berjilbab. Jika hatiku sudah mantap, aku akan segera berjilbab. Lagipula aku masih melaksanakan shalat, puasa dan semua perintah wajib kok..”

Wahai saudariku… Sadarkah engkau, siapa yang memerintahmu untuk mengenakan jilbab? Dia-lah Allah, Rabb-mu, Rabb seluruh manusia, Rabb alam semesta. Engkau telah melakukan berbagai perintah Allah yang berpangkal dari iman dan ketaatan, tetapi mengapa engkau beriman kepada sebagian ketetapan-Nya dan ingkar terhadap sebagian yang lain, padahal engkau mengetahui bahwa sumber dari semua perintah itu adalah satu, yakni Allah Subhanahu wa Ta’ala?



Seperti shalat dan amalan lain yang senantiasa engkau kerjakan, maka berjilbab pun adalah satu amalan yang seharusnya juga engkau perhatikan. Allah Ta’ala telah menurunkan perintah hijab kepada setiap wanita mukminah. Maka itu berarti bahwa hanya wanita-wanita yang memiliki iman yang ridha mengerjakan perintah ini. Adakah engkau tidak termasuk ke dalam golongan wanita mukminah?

Ingatlah saudariku, bahwa sesungguhnya keadaanmu yang tidak berjilbab namun masih mengerjakan amalan-amalan lain, adalah seperti orang yang membawa satu kendi penuh dengan kebaikan akan tetapi kendi itu berlubang, karena engkau tidak berjilbab. Janganlah engkau sia-siakan amal shalihmu disebabkan orang-orang yang dengan bebas di setiap tempat memandangi dirimu yang tidak mengenakan jilbab. Silakan engkau bandingkan jumlah lelaki yang bukan mahram yang melihatmu tanpa jilbab setiap hari dengan jumlah pahala yang engkau peroleh, adakah sama banyaknya?

2. “Iman kan letaknya di hati. Dan yang tahu hati seseorang hanya aku dan Allah.”
Duhai saudariku…Tahukah engkau bahwa sahnya iman seseorang itu terwujud dengan tiga hal, yakni meyakini sepenuhnya dengan hati, menyebutnya dengan lisan, dan melakukannya dengan perbuatan?

Seseorang yang beramal hanya sebatas perbuatan dan lisan, tanpa disertai dengan keyakinan penuh dalam hatinya, maka dia termasuk ke dalam golongan orang munafik. Sementara seseorang yang beriman hanya dengan hatinya, tanpa direalisasikan dengan amal perbuatan yang nyata, maka dia termasuk kepada golongan orang fasik. Keduanya bukanlah bagian dari golongan orang mukmin. Karena seorang mukmin tidak hanya meyakini dengan hati, tetapi dia juga merealisasikan apa yang diyakininya melalui lisan dan amal perbuatan. Dan jika engkau telah mengimani perintah jilbab dengan hatimu dan engkau juga telah mengakuinya dengan lisanmu, maka sempurnakanlah keyakinanmu itu dengan bersegera mengamalkan perintah jilbab.

3. “Aku kan masih muda…”
Saudariku tercinta… Engkau berkata bahwa usiamu masih belia sehingga menahanmu dari mengenakan jilbab, dapatkah engkau menjamin bahwa esok masih untuk dirimu? Apakah engkau telah mengetahui jatah hidupmu di dunia, sehingga engkau berkata bahwa engkau masih muda dan masih memiliki waktu yang panjang? Belumkah engkau baca firman Allah ‘Azza wa Jalla yang artinya,

“Kamu tidak tinggal (di bumi) melainkan sebentar saja, jika kamu sesungguhnya mengetahui.” (Qs. Al-Mu’minuun: 114)

“Pada hari mereka melihat adzab yang diancam kepada mereka, (mereka merasa) seolah-olah tidak tinggal (di dunia) melainkan sesaat pada siang hari. (Inilah) waktu pelajaran yang cukup.” (Qs. Al-Ahqaaf: 35)

Tidakkah engkau perhatikan tetanggamu atau teman karibmu yang seusia denganmu atau di bawah usiamu telah menemui Malaikat Maut karena perintah Allah ‘Azza wa Jalla? Tidakkah juga engkau perhatikan si fulanah yang kemarin masih baik-baik saja, tiba-tiba menemui ajalnya dan menjadi mayat hari ini? Tidakkah semua itu menjadi peringatan bagimu, bahwa kematian tidak hanya mengetuk pintu orang yang sekarat atau pun orang yang lanjut usia? Dan Malaikat Maut tidak akan memberimu penangguhan waktu barang sedetik pun, ketika ajalmu sudah sampai. Setiap hari berlalu sementara akhiratmu bertambah dekat dan dunia bertambah jauh. Bekal apa yang telah engkau siapkan untuk hidup sesudah mati? Ketahuilah saudariku, kematian itu datangnya lebih cepat dari detak jantungmu yang berikutnya. Jadi cepatlah, jangan sampai terlambat…



4. “Jilbab bikin rambutku jadi rontok…”
Sepertinya engkau belum mengetahui fakta terbaru mengenai ‘canggih’nya jilbab. Dr. Muhammad Nidaa berkata dalam Al-Hijaab wa Ta’tsiruuha ‘Ala Shihhah wa Salamatus Sya’ri tentang pengaruh jilbab terhadap kesehatan dan keselamatan rambut,

“Jilbab dapat melindungi rambut. Penelitian dan percobaan telah membuktikan bahwa perubahan cuaca dan cahaya matahari langsung akan menyebabkan hilangnya kecantikan rambut dan pudarnya warna rambut. Sehingga rambut menjadi kasar dan berwarna kusam. Sebagaimana juga udara luar (oksigen) dan hawa tidaklah berperan dalam pertumbuhan rambut. Karena bagian rambut yang terlihat di atas kepala yang dikenal dengan sebutan batang rambut tidak lain adalah sel-sel kornea (yang tidak memiliki kehidupan). Ia akan terus memanjang berbagi sama rata dengan rambut yang ada di dalam kulit. Bagian yang aktif inilah yang menyebabkan rambut bertambah panjang dengan ukuran sekian millimeter setiap hari. Ia mendapatkan suplai makanan dari sel-sel darah dalam kulit.

Dari sana dapat kita katakan bahwa kesehatan rambut bergantung pada kesehatan tubuh secara umum. Bahwa apa saja yang mempengaruhi kesehatan tubuh, berupa sakit atau kekurangan gizi akan menyebabkan lemahnya rambut. Dan dalam kondisi mengenakan jilbab, rambut harus dicuci dengan sabun atau shampo dua atau tiga kali dalam sepekan, menurut kadar lemak pada kulit kepala. Maksudnya apabila kulit kepala berminyak, maka hendaklah mencuci rambut tiga kali dalam sepekan. Jika tidak maka cukup mencucinya dua kali dalam sepekan. Jangan sampai kurang dari kadar ini dalam kondisi apapun. Karena sesudah tiga hari, minyak pada kulit kepala akan berubah menjadi asam dan hal itu akan menyebabkan patahnya batang rambut, dan rambut pun akan rontok.” (Terj. Banaatunaa wal Hijab hal. 66-67)

5. “Kalau aku pakai jilbab, nanti tidak ada laki-laki yang mau menikah denganku. Jadi, aku pakai jilbabnya nanti saja, sesudah menikah.”
Wahai saudariku… Tahukah engkau siapakah lelaki yang datang meminangmu itu, sementara engkau masih belum berjilbab? Dia adalah lelaki dayyuts, yang tidak memiliki perasaan cemburu melihatmu mengobral aurat sembarangan. Bagaimana engkau bisa berpendapat bahwa setelah menikah nanti, suamimu itu akan ridha membiarkanmu mengulur jilbab dan menutup aurat, sementara sebelum pernikahan itu terjadi dia masih santai saja mendapati dirimu tampil dengan pakaian ala kadarnya? Jika benar dia mencintai dirimu, maka seharusnya dia memiliki perasaan cemburu ketika melihat auratmu terbuka barang sejengkal saja. Dia akan menjaga dirimu dari pandangan liar lelaki hidung belang yang berkeliaran di luar sana. Dia akan lebih memilih dirimu yang berjilbab daripada dirimu yang tanpa jilbab. Inilah yang dinamakan pembuktian cinta yang hakiki!

Maka, jika datang seorang lelaki yang meminangmu dan ridha atas keadaanmu yang masih belum berjilbab, waspadalah. Jangan-jangan dia adalah lelaki dayyuts yang menjadi calon penghuni Neraka. Sekarang pikirkanlah olehmu saudariku, kemanakah bahtera rumah tanggamu akan bermuara apabila nahkodanya adalah calon penghuni Neraka?

6. “Pakai jilbab itu ribet dan mengganggu pekerjaan. Bisa-bisa nanti aku dipecat dari pekerjaan.”
Saudariku… Islam tidak pernah membatasi ruang gerak seseorang selama hal tersebut tidak mengandung kemaksiatan kepada Allah. Akan tetapi, Islam membatasi segala hal yang dapat membahayakan seorang wanita dalam melakukan aktivitasnya baik dari sisi dunia maupun dari sisi akhiratnya. Jilbab yang menjadi salah satu syari’at Islam adalah sebuah penghargaan sekaligus perlindungan bagi kaum wanita, terutama jika dia hendak melakukan aktivitas di luar rumahnya. Maka dengan perginya engkau untuk bekerja di luar rumah tanpa jilbab justru akan mendatangkan petaka yang seharusnya dapat engkau hindari. Alih-alih mempertahankan pekerjaan, engkau malah menggadaikan kehormatan dan harga dirimu demi setumpuk materi.



Tahukah engkau saudariku, siapa yang memberimu rizki? Bukankah Allah -Rabb yang berada di atas ‘Arsy-Nya- yang memerintahkan para malaikat untuk membagikan rizki kepada setiap hamba tanpa ada yang dikurangi barang sedikitpun? Mengapa engkau lebih mengkhawatirkan atasanmu yang juga rizkinya bergantung kepada kemurahan Allah?

Apakah jika engkau lebih memilih untuk tetap tidak berjilbab, maka atasanmu itu akan menjamin dirimu menjadi calon penghuni Surga? Ataukah Allah ‘Azza wa Jalla yang telah menurunkan perintah ini kepada Nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam yang akan mengadzabmu akibat kedurhakaanmu itu? Pikirkanlah saudariku… Pikirkanlah hal ini baik-baik!

7. “Jilbab itu bikin gerah, dan aku tidak kuat kepanasan.”
Saudariku… Panas mentari yang engkau rasakan di dalam dunia ini tidak sebanding dengan panasnya Neraka yang akan kau terima kelak, jika engkau masih belum mau untuk berjilbab. Sungguh, dia tidak sebanding. Apakah engkau belum mendengar firman Allah yang berbunyi,

“Katakanlah: ‘(Api) Neraka Jahannam itu lebih sangat panas. Jika mereka mengetahui.’” (Qs. At-Taubah: 81)

Dan sabda Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam yang artinya,

“Sesungguhnya api Neraka Jahannam itu dilebihkan panasnya (dari panas api di bumi sebesar) enam puluh sembilan kali lipat (bagian).” [Hadits shahih. Riwayat Muslim (no. 2843) dan Ahmad (no. 8132). Lihat juga Shahih Al-Jaami' (no. 6742), dari Shahabat Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu]
Manakah yang lebih sanggup engkau bersabar darinya, panasnya matahari di bumi ataukah panasnya Neraka di akhirat nanti? Tentu engkau bisa menimbangnya sendiri…

8. “Jilbab itu pilihan. Siapa yang mau pakai jilbab silakan, yang belum mau juga gak apa-apa. Yang penting akhlaknya saja benar.”
Duhai saudariku… Sepertinya engkau belum tahu apa yang dimaksud dengan akhlak mulia itu. Engkau menafikan jilbab dari cakupan akhlak mulia, padahal sudah jelas bahwa jilbab adalah salah satu bentuk perwujudan akhlak mulia. Jika tidak, maka Allah tidak akan memerintahkan kita untuk berjilbab, karena dia tidak termasuk ke dalam akhlak mulia.

Pikirkanlah olehmu baik-baik, adakah Allah memerintahkan hamba-Nya untuk berakhlak buruk? Atau adakah Allah mengadakan suatu ketentuan yang tidak termasuk dalam kebaikan dan mengandung manfaat yang sangat besar? Jika engkau menjawab tidak ada, maka dengan demikian engkau telah membantah pendapatmu sendiri dan engkau telah setuju bahwa jilbab termasuk ke dalam sekian banyak akhlak mulia yang harus kita koleksi satu persatu. Bukankah demikian?


Ketahuilah olehmu, keputusanmu untuk tidak mengenakan jilbab akan membuat Rabb-mu menjadi cemburu, sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda yang artinya,

“Sesungguhnya Allah itu cemburu dan seorang Mukmin juga cemburu. Adapun cemburunya Allah disebabkan oleh seorang hamba yang mengerjakan perkara yang diharamkan oleh-Nya.” [Hadits shahih. Riwayat Bukhari (no. 4925) dan Muslim (no. 2761)]

9. “Sepertinya Allah belum memberiku hidayah untuk segera berjilbab.”
Saudariku… Hidayah Allah tidak akan datang begitu saja, tanpa engkau melakukan apa-apa. Engkau harus menjalankan sunnatullah, yakni dengan mencari sebab-sebab datangnya hidayah tersebut.

Ketahuilah bahwa hidayah itu terbagi menjadi dua, yaitu hidayatul bayan dan hidayatut taufiq. Hidayatul bayan adalah bimbingan atau petunjuk kepada kebenaran, dan di dalamnya terdapat campur tangan manusia. Adapun hidayatut taufiq adalah sepenuhnya hak Allah. Dia merupakan peneguhan, penjagaan, dan pertolongan yang diberikan Allah kepada hati seseorang agar tetap dalam kebenaran. Dan hidayah ini akan datang setelah hidayatul bayan dilakukan.

Janganlah engkau jual kebahagiaanmu yang abadi dalam Surga kelak dengan dunia yang fana ini. Buanglah jauh-jauh perasaan was-wasmu itu. Tempuhlah usaha itu dengan berjilbab, sementara hatimu terus berdo’a kepada-Nya, “Allahummahdini wa saddidni. Allahumma tsabit qolbi ‘ala dinik (Yaa Allah, berilah aku petunjuk dan luruskanlah diriku. Yaa Allah, tetapkanlah hatiku di atas agama-Mu).”

sumber : http://blog.unsri.ac.id/adyaranau

Pernahkah Kamu Berkorban Untuk Islam?

Oleh : Burhan Sodiq
Saya membuka artikel ini dengan sebuah pertanyaan, pernahkah kita berkorban untuk Islam. Berkorban memberi apa yang kita suka. Memberi apa yang kita sayang. Memberi apa yang kita miliki. Memberi sesuatu yang kita simpan dan jaga, untuk kepentingan Islam sebagai agama kita.

Baiklah, mungkin dengan bahasa sederhana saja. Pernahkah kita mengeluarkan uang kita dalam jumlah yang relative tidak sedikit untuk kepentingan agama kita? Ketika shalat jumat misalnya. Ada sebuah kotak yang disodorkan kepada kita, apa yang akan kita lakukan. Berapakah uang yang akan kita masukkan ke dalam kotak itu? Seratus ribukah? Lima puluh ribu, dua puluh ribu atau malah hanya seribu?

Ada banyak hal yang terlewat. Hidup kita yang masih muda sering kali merasa tidak perlu berkorban untuk agama kita. Malahan, kita lebih sering berkorban untuk hal hal di luar agama. Misalnya berkorban untuk persahabatan, untuk geng, untuk teman, untuk pacar dan bahkan untuk sesuatu yang sangat konyol sekalipun. Semuanya terasa sangat ringan. Tetapi menjadi begitu berat bila pengorbanan itu untuk Islam.

Kita masih ingat betapa hebatnya Nabi kita Ibrahim yang mau berkurban untuk Allah dengan menyembelih anaknya sendiri. Sebagai seorang ayah yang sangat merindukan anaknya, dia rela menyerahkan anaknya kepada Allah. Sungguh ini merupakan pengorbanan yang besar.

 “Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang imam yang dapat dijadikan teladan lagi patuh kepada Allah dan hanif. Dan sekali-kali bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan (Tuhan)” (QS an-Nahl [16]: 120)

Dalam ayat lain, Allah Swt. berfirman (yang artinya): “Sesungguhnya pada mereka itu (Ibrahim dan umatnya) ada teladan yang baik bagimu; (yaitu) bagi orang-orang yang mengharap (pahala) Allah dan (keselamatan pada) Hari Kemudian. Dan barangsiapa yang berpaling, maka sesungguhnya Allah, Dia-lah yang Maha kaya lagi Maha Terpuji.” (QS al-Mumtahanah [60]: 6)

Nabi Ibrahim a.s telah menunjukkan sebuah teladan yang luar biasa kepada kita semua. Semangat pengorbanan beliau sama besarnya dengan semangat kecintaan beliau kepada Islam. Inilah yang hari ini tidak kita miliki. Kecintaan dan semangat pengorbanan kita masih sangat mungil.

Tentu saja pengorbanan ini bukanlah tanpa latihan. Ibrahim A.S sudah diuji oleh Allah dengan berbagai ujian ketakwaan. Dan Ibrahim dengan sukses telah melalui ujian-ujian itu. Ingatkah bagaimana Nabi Ibrahim meninggalkan istrinya sendirian di padang pasir? Semuanya itu adalah ujian untuk mengukur seberapa besar kemauan kita berkorban untuk Islam.

Saatnya Latihan Berkorban
Dahulu ada seorang sahabat bernama Abdullah Ibnu Umar. Di usianya yang menginjak 13 tahun, sudah ingin ikut berjihad bersama Rasulullah saw. Beliau bersama sahabatnya yang bernama al-Barra’ ngotot ingin berperang bersama pasukan Rasulullah saw. dalam perang Badar. Namun oleh Rasulullah saw. ditolak karena masih kecil. Tahun berikutnya pada perang Uhud, beliau tetap ditolak. Hanya al-Barra’ yang boleh ikut. Barulah keinginannya yang tak tertahankan itu terpenuhi pada saat perang Ahzab, Rasulullah saw. memasukkannya ke dalam pasukan kaum muslimin yang akan memerangi kaum musyrikin. Subhanallah!

Kita butuh latihan untuk menjadi seorang Abdullah bin Umar. Pertama yang perlu kita lakukan adalah berlatih untuk mengendalikan nafsu. Nafsu inilah yang selalu membuat kita egois. Berpikir kepentingan sendiri. Selama kita egois, maka kita akan susah untuk berkorban.

Hawa nafsu hampir selalu sukses menggoda manusia yang lemah iman. Menyeret mereka ke dalam ruang maksiat karena tidak mendapatkan petunjuk dari Allah Swt. Benarlah firman Allah Ta’ala (yang artinya): “Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang mengikuti hawa nafsunya dengan tidak mendapat petunjuk dari Allah sedikitpun. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.” (QS al-Qashash [28]: 50)

Dalam ayat lain, Allah Swt. berfirman (yang artinya): “Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya dan Allah membiarkannya berdasarkan ilmuNya dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?” (QS al-Jaatsiyah [45]: 23)

Hawa nafsu, adalah bagian yang perlu dikelola dengan benar. Memang, kita harus menyadari juga bahwa hawa nafsu tidak bisa dimatikan. Hawa nafsu hanya bisa diredam atau dikendalikan. Tentu saja, diredam atau dikendalikan dengan ajaran Islam. Bukan yang lain. Karena hanya Allah Swt. yang tahu betul karakter manusia. Itu sebabnya, permintaan Allah Swt. kepada manusia agar manusia taat kepadaNya, justru untuk keselamatan manusia itu sendiri. Untuk bisa meredam nafsu, tentu saja diperlukan pengorbanan untuk meninggalkan hal-hal yang menurut hawa nafsu sangat enak dan nikmat jika dilakukan.

Kedua, Mencoba berkorban dari yang kecil. Segala yang besar dimulai dari yang kecil. Cobalah untuk berkorabn sedikit demi sedikit. Berkorban tenaga, waktu dan kesempatan untuk Islam. Kemudian meningkat dengan berkorban harta. Karena diri kita ini perlu untuk dididik. Apalagi jiwa yang kita miliki, biasanya akan cenderung kepada nafsu. Maka harus selalu dijaga dan diarahkan menuju kepada kebaikan.

Terlibatlah dalam urusan kaum muslimin. Ringankanlah beban mereka. Cobalah untuk melakukan sesuatu dimana kamu sangat bermanfaat di bidang itu. Jangan sungkan, jangan ragu atau malu. Inilah saatnya, Islam menunggu kiprah besar darimu. [muslimdaily.net]

sumber : 

Senin, 05 September 2011

Mengambil Hikmah pesan perjalanan Nabi Khidir


Dikisahkan suatu ketika Nabi khidir melakukan perjalanan bersama para pengikutnya, beliau menyampaikan pesan kepada para pengikutnya (kaumnya), bahwa esok hari kita akan melakukan perjalanan panjang untuk bertamasya ke sebuah Goa, namun Nabi khidir mengatakan kepada para pengikutnya bahwa semua pengikutnya boleh mengambil segala sesuatu  yang terdapat didalam goa tersebut serta dibolehkan pula bila tidak mengambilnya.. ujar khidir.  Namun bagi siapapun  yang mengambilnya maupun yang tidak mengambilnya kalian semuanya kelak akan menyesal.  “Ujar khidir kepada para pengikutnya”. Para pengikut (kaum) nabi khidir pun menjadi bingung, heran dan langsung bertanya-tanya kepada Nabi khidir maksud dari makna ucapan tersebut. Namun Nabi khidir hanya berujar: Tunggulah jawabannya esok hari setelah kita keluar melakukan perjalanan pulang dari goa.

Akhirnya esok hari yang ditunggu-tunggu pun tiba, nabi khidir beserta para pengikutnya pun pergi melakukan perjalanan yang panjang menuju go’a. Setelah semua pengikut masuk dan menjelang tiba di mulut go’a. Nabi khidir kembali mengingatkan kepada para pengikutnya terhadap apa yang diucapkan di hari sebelumnya dan perjalanan menelusuri goa yang gelap serta hampa tersebut dilanjutkan hingga setelah usai melakukan perjalanan dan keluar dari goa. Nabi khidir berujar kepada kaumnya agar siapapun yang selama dalam perjalanan di dalam goa telah mengambil segala sesuatu benda yang berada didalam goa tersebut agar menunjukkannya ke Nabi Khidir, ternyata sebagian pengikut nabi khidir yang mengambil benda di dalam goa yang semula diperkirakan hanya berupa batu kerikil kecil itu ternyata merupakan sebuah perhiasan emas. Sontak sebagian pengikut nabi yang telah mengambil benda tersebut kecewa sekali dikarenakan tidak mengambil lebih banyak. Sementara, sebaliknya para pengikut nabi khidir yang seketika melihat benda yang dibawa pengikut lainnya tersebut, namun tidak mengambil benda yang terdapat didalam goa tersebut tidak kalah lebih kecewa.

Hingga akhirnya saat tersebutlah “Nabi khidir akhirnya berujar kepada kaum(pengikut) nya”: bahwa kelak semua umat manusia di muka bumi (dunia) ini akan menyesal, baik yang beriman maupun yang tidak beriman kepada Allah SWT. Hal ini dikarenakan bagi orang yang beriman dan bertakwa kepada Alloh, semuanya merasakan sangat kurang amal-amal kebaikan yang telah dilakukannya di dunia ini, baik itu amal ibadah maupun amal kebaikan lainnya yang telah diperbuat selama didunia ini, sedangkan bagi orang yang tidak beriman lebih sangat menyesal lagi, dikarenakan selama ia hidup, penglihatannya, pendengaran, akal,serta ilmu yang dimilikinya tidak dipergunakan untuk melihat tanda-tanda kebesaran Alloh SWT, beriman dan taat kepada Alloh SWT.